IPNU Jatim
Di tengah hangatnya perdebatan politik Indonesia pada awal kemerdekaan, seorang pemuda santri bernama KH Dr Tolchah Mansoer tampil sebagai sosok pembaharu. Lahir dari rahim pergerakan Nahdlatul Ulama dan dipercaya menjadi Ketua Umum pertama Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) pada 1954, Kiai Tolchah menorehkan prestasi gemilang dengan menjadi doktor Hukum Tata Negara pertama Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Disertasinya yang berjudul Pembahasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif meneliti empat konstitusi Indonesia — UUD 1945, Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949, UUD Sementara 1950, dan UUD 1945 pasca Dekrit Presiden 1959 — lalu membandingkannya dengan Konstitusi Amerika Serikat. Kajian ini tak hanya memaparkan sejarah perubahan konstitusi, tetapi juga memberi kritik dan gagasan konstruktif.
Dalam analisisnya, KH Dr Tolchah Mansoer menegaskan empat poin penting: UUD 1945 perlu diamandemen, presiden dibatasi maksimal dua periode, kedudukan wakil presiden harus diatur jelas, dan presiden tak dapat dijatuhkan di tengah masa jabatan kecuali melanggar konstitusi. Gagasan ini baru diwujudkan bangsa Indonesia pascareformasi 1998, membuktikan bahwa pandangannya melampaui zamannya.
Warisan intelektual ini menjadi kebanggaan IPNU. Sosoknya menunjukkan bahwa kader pelajar NU dapat memberi kontribusi nyata bagi pembangunan demokrasi. Jejak pemikiran KH Dr Tolchah Mansoer mengajarkan bahwa membangun negara membutuhkan visi jauh ke depan, berpijak pada nilai konstitusi yang kokoh, dan keberanian menyuarakan pembaruan.
Penulis : Moh Faisol

