Integrasi Pendidikan Agama dalam Sisdiknas

Adanya usul inisiatif UU Sistem Pendidikan Nasional yang telah diajukan oleh “Kornisi VI” sebagaimana penjelasan pengusul dalam rapat paripurna dewan pada tanggal 27 September 2001, merupakan langkah konkrit dan maju dalam rangka melakukan reformasi pendidikan sebagai bagian darn reformasi nasional. Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan pada UU Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (sebelumnya lahirnya UU Sisdiknas tahun 2003), sebagian isinya sudak tidak relevan lagi dengan perkembangan situasi, balk nasional maupun internasional. Karena itu, perlu ada perubahan dalam penyusunan kebijakan dan pembuatan undang-undang yang mengatur tentang pendidikan dalam rangka menghadapi perubahan zaman tersebut.

Alasan yang dikemukakan pengusul Undang-undang inn adalah : (a) selama Orde Baru sisdiknas dipolitisasi dan menjadi alat pernerintah, (b) Pendidikan menjadi bagian birokrasi, (c) Sisdiknas tidak memberi peran kepada rakyat, (d) Sisdiknas ditata secara sentralistik.

Atas dasar alasan-alasan tersebut, Sistem Pendidikan Nasional pada masa yang akin datang perlu disusun dalam kerangka menghadapi tantangan zaman melalui ikhtiar nyata dengan cara menciptakan Sistem Pendidikan Nasional yang memiliki days adaptabilitas yang tinggi. Dengan cara demikian, Sistem Pendidikan Nasional dapat menjaga kemanfaatannya bagi upaya pencerdasan bangsa dan mampu menanggapi secara proaktif berbagai tuntutan kehidupan lokal, nasional dan global.

Dalam Undang-undang tentang Sisdiknas ini, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian secara cermat dalam UU ini, antara lain : (a) landasan yang menjadi dasar bagi Sistem Pendidikan Nasional, seperti landasan filosofis, sosiologis dan yuridis, (b) prinsip-prinsip dasar pendidikan, (c) penyusunan kembali visi, misi, orientasi dan tujuan yang sesuai dengan perkembangan zaman, serta (d) indikator-indikator keberhasilan pelaksanaan pendidikan nasional. Selain itu, harus diperhatikan pula tentang jenjang, jalur, satuan dan jenis pendidikan, standart nasional yang menjadi acuan atau pedoman dasar, sistem pengelolaan atau manajemen, kurikulum, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengawasan dan penilaian, akreditasi dan jaminan mutu, hak dan kewajiban masyarakat dan pemerintah, dan peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan, serta ketentuan-ketentuan pidana dalam penyelenggaraan pendidikan. Semua itu diperlukan dalam rangka menyusun peraturan perundang-undangan yang komprehensif, dan seminimal mungkin menghindari pengatu ra n-pengatu ran di bawah undang-undang.

Apabila ditinjau dari pasal per pasal, maka UU ini masih sangat banyak kelemahannya dan harus dilakukan penyempurnaan, antara lain

Namun demikian, ada beberapa hal yang patut direnungkan dan dikaji secara mendalam, mengapa UUSPN tahun 1989 perlu dirubah. Pertama, Sistem Pendidikan Nasional disusun berdasarkan prinsip manajemen pendidikan yang sentralistik, sehingga tidak sesuai dengan prinsip otonomi pendidikan sebagai implikasi dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah.

Kedua, Sistem Pendidikan Nasional dirasakan belum sepenuhnya menunjukkan keberpihakan pada penerapan prinSip7prinsip pendidikan seumur hidup, pendidikan untuk semua, dan sistem pendidikan yang terbuka. Sehingga pendidikan tidak mampu menjawab tantangan perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan dan penyebaran penduduk, serta perkembangan teknologi informasi dan kornunikasi dalam era global yang berubah cepat.

Ketiga, Sistem Pendidikan Nasional lebih menitikberatkan pada penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah, sehingga terkesan mengabaikan peran pendidikan berbasis masyarakat sebagai komponen yang penting dari sistem pendidikan nasional. Keempat, Sistem Pendidikan Nasional belum memandang pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa, sehingga tidak mampu berkontribusi secara optimal sebagai sektor yang memimpin dalam upaya pembentukan masyarakat Indonesia barn.

Kelima, selama bangsa ini diterpa krisis multidimensi, pada kenyataannya dunia pendidikan kits tidak mampu menjawab dan mencarikan solusinya, atau bahkan dunia pendidikan kita justru menjadi bagian dari penyebab lahirnya krisis multidimensi tersebut. Matra dari sini diperlukan sebuah upaya yang sadar dan sistematis untuk menciptakan Sistem Pendidikan Nasional yang mampu memberikan bekal kepada pars generasi rnendatang yang mempunyai

  1. Dalam konsideran menimbang UU ini masih lemah dan tidak memberikan makna secara substantif akan perlunya perubahan terhadap UU tentang Sistem Pendidikan Nasional. Alasan-alasan filosofis, sosiologis dan yuridis masih perlu diatur dalam konsideran ini.
  2. Dasar, fungsi dan tujuan pendidikan (Pasal 2-4) perlu diatur dalam pasal tersendiri prinsip-prinsip dasar pendidikan, seperti pendidikan sebagai sebuah pencerahan, pemberdayaan dan pembudayaan yang belangsung terns menerus, pemenuhan hak asasi manusia, pendidikan yang bertumpu pada otonomi, akuntabilitas publik dan transparansi, serta pendidikan yang mencakup keseluruhan warga negara secara terpadu.
  3. Bab III yang mengatur hak dan kewajiban warga negara, perlu ditambah rumusan yang menyangkut hak masyarakat untuk ikut berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program sekolah dan luar sekolah. Selain itu, perlu pengaturan hak dan kewajiban pemerintah yang menyertai hak dan kewajiban warga negara, seperti pemerintah berhak mengatur, mengawasi dan menilai pelaksanaan pendidikan dengan tetap mengindahkan perundang-undangan otonomi daerah, serta pemerintah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu tinggi bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
  4. Berkaitan dengan pasal 15 yang mengatur tentang jenjang pendidikan formal dimana menyebutkan pesantren sebagai bagiannya, merupakan usulan yang perlu didukung oleh semua pihak, karena dalam rentangan sejarah Indonesia, pesantren juga memberikan kontribusi pendidikan yang sebanding dengan jalur pendidikan yang lainnya. Namun yang perlu diperhatikan adalah adanya kebijakan yang berimbang dan adil terhadap pesantren dan madrash dalam segala hal, baik menyangkut anggaran, pengelolaan, pembinaan, sarana prasarana serta fasilitas lainnya. Upaya ini juga tetap harus memberikan kebebasan dan kemandirian bagi pesantren dan madrasah sebagaimana yang diatur dalam ayat (2) pasal ini.
  5. Berkaitan dengan Bab VII tentang standar pendidikan, perlu diatur standar pendidikan nasional yang menjadi acuan bagi pengembangan kurikulum, pelaksanaan proses belajar mengajar, pengadaan tenaga pendidikan, penyediaan sarana dan prasarana dan proses eva!uasi hasil beajar. Standar nasional ini dapat mencakup pembelajaran, standar kemampuan dasar, standar bidang studi, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana, dan standar pelayanan wajib yang dicapai oleh masing¬masing satuan pendidikan pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.
  6. Pasal 55 yang mengatur biaya penyelenggaraan pendidikan masih kurang memberikan kejelasan dan ketegasan. Perlu diatur secara tegas bahwa alokasi bagi pendidikan adalah 25 % dariAPBN atau pemerintah pusat mengalokasikan minimum 6 % dari pendapatan domestik bruto (PDB) untuk pendidikan seluruh jenjang pendidikan baik jalur sekolah maupun luar sekolah. Disamping itu, pemerintah bertanggung jawab atas pemberian subsidi pendidikan berdasarkan pengeluaran per kepala sesuai dengan kebutuhan peserta didik, pemberian beasiswa bagi peserta didik dari keluarga kurang mampu secara ekonomi, pemberian pinjaman lunak, pemberian biaya dan sumber days pendidikan lainnya untuk pelayanan pendidikan yang bersifat khusus.
  7. Bab XVII tentang pengelolaan pendidikan belum memberikan pengaturan yang jelas akan kewenangan pemerintah pusat dan daerah. Oleh karena itu perlu diatur secara tegas seperti pemerintah pusat menenetuka kebijakan nasional, kurikulum dan sistem penilaian dalam rangka standarisasi mutu, sedangkan pemerintah daerah menentukan kebijakan daerah, mekanisme perencanaan, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan pendidikan dasar dan menengah daerah.

Marilah kita melakukan reformasi sistem pendidikan kita yang dinilai oleh banyak kalangan masih sangat semrawut dan amburadul, sehingga pendidikan yang selama ini berjalan justru banyak menimbulkan masalah dan belum menyentuh pada semua lapisan masyarakat. Masalah-¬masalah tersebut antara lain : tentang pemerataan kesempatan pendidikan, relevansi pendidikan, mutu pendidikan dan efisiensi.

 

Leave a Comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.