IPNU Jatim bentuk 1.954 relawan antiperundungan jelang MPLS
Surabaya - Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Timur telah membentuk 1.954 relawan anti-bullying dan kekerasan sebagai persiapan pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) secara serentak. “Pembentukan 1.954 relawan ini merupakan hasil dari Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) yang diadakan di Universitas Islam Lamongan,” ujar Ketua PW IPNU Jatim, M Fakhrul Irfansyah, dalam pernyataannya di Surabaya, Senin. Fakhrul Irfansyah menyatakan keprihatinannya atas berbagai fenomena sosial yang semakin marak, termasuk perundungan dan kekerasan, yang perlu ditangani secara serius.
“Kami merasa resah dengan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, khususnya bullying dan kekerasan di lingkungan pendidikan. Sebagai organisasi pelajar, kami ingin berkontribusi dalam pelaksanaan MPLS di sekolah-sekolah,” ungkapnya.
Fakhrul Irfansyah menjelaskan, relawan yang telah dibentuk ini akan menjadi pionir IPNU di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur. Mereka terdiri dari 54 Koordinator Wilayah Jatim, 400 relawan di tingkat daerah, dan 1.500 relawan di tingkat kecamatan.
Koordinator Relawan, Syifa'ul Mukminin, mengungkapkan bahwa para relawan MPLS ini memiliki tugas pendampingan dengan beberapa metode. “Ada beberapa metode pengawalan MPLS tahun ini. Pertama, menjadi fasilitator MPLS di sekolah selama pelaksanaannya. Kedua, menjadi narasumber tanpa mengawal penuh pelaksanaan MPLS,” jelasnya.
Selain itu, Syifa'ul juga menjelaskan pembagian kategori sekolah yang akan didampingi. Pertama, sekolah yang memiliki PK IPNU-IPPNU. Kedua, Sekolah NU yang tidak memiliki PK IPNU-IPPNU. Ketiga, sekolah negeri, baik SMP maupun SMA sederajat. Pada kesempatan yang sama, Sekretaris PW IPPNU Jawa Timur, Alfiah Rista, menambahkan bahwa Rakorwil PW IPNU dan IPPNU Jatim yang bertema "Redefining Vision to Sustainable Movement" kali ini memiliki tujuan strategis untuk merumuskan pola kaderisasi yang adaptif terhadap tantangan masa kini.
“Fokus utama dalam pertemuan ini adalah menjawab kekhawatiran terkait penurunan usia anggota IPPNU, serta mempersiapkan mekanisme kaderisasi yang lebih efektif untuk tingkatan berikutnya,” ujarnya.
Dengan pendekatan berbasis analisis kebutuhan dan dinamika generasi muda, lanjut Alfiah, Rakorwil ini diharapkan mampu menghasilkan solusi komprehensif. “Solusi yang dihasilkan tidak hanya berorientasi pada peningkatan kuantitas, tetapi juga kualitas kader IPPNU di masa depan,” tutupnya.